Selasa, 11 Oktober 2011

nyeri


NYERI

a.       Definisi nyeri
Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. (Potter & Perry, 2005).
Definisi lain nyeri adalah pengalaman subjektif, sangat pribadi dipengaruhi oleh pendidikan, budaya, makna situasi dan kognitif ( menurut Bonica dan Melzack, 1987).
b.      Fisiologi nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden.

Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area indisebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).
c.       Klasifikasi nyeri
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 1996).
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tum
pul, diikuti berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
d.      Cara mengatasi nyeri
Banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif yang dapat membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya mempunyai risiko yang sangat rendah. Tindakan nonfarmakologis bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan, atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit.
1) Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri, tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.       Teori gate control telah menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi serabut-serabut yang menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri.         
2) Terapi es (dingin) dan panas.   
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah terjadi cedera, (Cohen, 1989 dalam Suddart dan Brunner, 1997). Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun penggunaan panas kering dengan lampu pemanas tidak seefektif penggunaan es. Diduga es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera.   
3) Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve stimulation (TENS)
Tens menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. Tens digunakan baik pada menghilangkan nyeri akut dan kronik.
Tens diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisi nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control          
4) Distraks i
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari keluarga dan teman-teman pasien. Melihat film layar lebar dengan suara surround. Tidak semua pasien mencapai peredaan nyeri melalui distraksi. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.    
5) Tehnik relaksasi           
Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap ekshalasi dan inhalasi. Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.        
6) Imajinasi terbimbing    
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana efeknya hampir sama dengan penggunaan tehnik relaksasi dengan metode yang berbeda.         
7) Hipnosis           
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hiposis tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak tampak diperantaraioleh sistem endorfin (Moret et.all, 1991 dalam Suddart and Brunner, 1997).
e.       Cara mengkaji nyeri
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.       
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:           
1.Ekspresi klien terhadap nyeri   
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.    
2.Klasifikasi pengalaman nyeri   
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.        
3.Karakteristik nyeri       
- Onset dan durasi           
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.      
- Lokasi   
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar.    
- Keparahan         
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat). 
Contoh gambar skala nyeri:        

- Kualitas 
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.  
- Pola nyeri          
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
- Cara mengatasi 
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
- Tanda lain yang menyertai        
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.          
4. Efek nyeri pada klien  
Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:    
a. Tanda dan gejala fisik 
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.          
b. Efek tingkah laku        
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien. Tidak semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan, untuk hal yang seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku klien yang mengindikasikan nyeri.          
c. Efek pada ADL          
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana kemampuan dan proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.      
5. Status neurologis         
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri. Penting bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena klien yang mengalami gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang mudah mengalami cidera.
f.       Pengukuran intensitas nyeri
Menurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.


 Ada tiga cara mengkaji intensitas nyeri yang biasa digunakan antara lain :
1.      skala intensitas nyeri deskriptif
-          0                       : tidak nyeri
-          1-3                    : nyeri ringan
-          4-6                    : nyeri sedang
-          7-9                    : nyeri berat terkontrol
-          10                     : nyeri berat tidak terkontrol
2.      Skala identitas nyeri numeric
-          0                       : tidak nyeri
-          1-9                    : nyeri sedang
-          10                     : nyeri hebat
3.      Skala analog visual


 


  Tidak nyeri                                                                                nyeri sangat hebat
4.      Skala nyeri menurut bourbanis
-          0                          : tidak nyeri
-          1-3                       : nyeri ringan
-          4-6                       : nyeri sedang
-          7-9                       : nyeri berat terkontrol
-          10                        : nyeri berat tak terkontrol.
Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala numerik 0-10 atau skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Cara mengkaji nyeri yang digunakan adalah 0-10 angka skala intensitas nyeri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat dengan menggunakan skala numerik yaitu :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar