Selasa, 11 Oktober 2011

kram otot


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang masalah
Otot merupakan suatu organ atau alat yang dapat bergerak ini adalah suatu penting bagi organism. Gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk. Pada sel-sel sitoplasma ini merupakan benang-benang halus yang panjang disebut myofibril. Jika sel otot yang mendapatkan rangsangan maka akan memendek, denga kata lain sel otot akan memendekan dirinya kearah tertentu (berkontraksi).
Manusia dalam beraktivitas atau melakukan pekerjaannya membutuhkan pergerakan. Pergerakan pada manusia disebakan karena adanya otot pada tubuh manusia. Tubuh manusia adalah faktor yang sangat penting dalam aktivitas dan pekerjaan manusia tersebut. Organ tubuh jika mengalami sakit maka akan menghambat aktivitas dari seseorang. Betapa sangat pentingnya otot manusia itu jika otot  tersebut mengalami sakit atau masalah maka aktivitas dari seseorang dapat terganggu bahkan dapat terhenti. Salah satu bahasan pada ergonomi adalah sistem rangka dan otot manusia. Sistem rangka dan otot manusia tersebut dapat membantu mengetahui bagian rangka dan otot manusia.
B.     Tujuan
Mahasiswa keperawatan diharapkan :
1.      Mampu memahami dan  menginterpretasikan kasus yang berhubungan dengan  sistem otot.
2.      Mampu memahami mekanisme yang terjadi pada system otot.
3.      Mampu mengetahui organ yang terlibat pada gangguan system otot.
4.      Mampu menjawab kasus yang dapat dipertanggung jawabkan secara teoritis.


C.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana mekanisme kerja otot ?
2.      Bagaimana mekanisme terjadinya kontraksi otot ?
3.      Apa saja yang terlibat dalam mekanisme kerja otot ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Naskah kasus
Mr B 26 tahun baru saja mendapat kecelakaan-seperti pada kompetisi bola kaki. Perawat Fathia sedang bertugas sebagai tim kesehatan. Segera setelah itu dia tahu kondisinya. Dia telah kram kaki dan sulit untuk berdiri apalagi berjalan menunjukkan berbagai buruk dari gerakan (ROM). Dia mengatakan bahwa itu menyakitkan. Tim kesehatan membawanya ke tempat yang aman jauh dari lapangan. Mereka memberi dia beberapa latihan fisioterapi dan semprot analgesik untuk meringankan rasa sakitnya.

B.     Bagan naskah 

Mr. B


Kram kaki


Sulit bergerak (ROM)


Perawat



                       Latiahan fisioterapi                         semprot analgesic


C.     Definisi kata-kata sulit
1.      ROM
a.       ROM  adalah  kisaran ukuran dengan derajat lingkaran dimana sendi dapat di ekstensikan dan di refleksikan.
b.      suatu teknik dasar yang di gunakan untuk menilai gerakan awal ke dalam suatu program.
2.      Kram adalah kontraksi tiba-tiba, singkat, yang sakit sekali pada otot atau kelompok otot. Kram juga bisa diartikan kontraksi otot tertentu yang berlebihan, terjadi secara mendadak tanpa disadari. Basoeki (2005)
3.      Fisioterapi adalah terapi fisik dan merupakan ilmu yang menitikberatkan atau menstabilkan untuk memperbaiki fungsi alat gerak atau fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses atau metode terapi gerak.
4.      Analgesik spray adalah bahan yang mengurangi nyeri tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran dengan cara disemprotkan. ( kamus kedokteran dorland edisi 25.2008.hal:45)

D.    Kerangka Pertanyaan
Dari hasil diskusi dapat ditarik pertanyaan - pertanyaan sebagai berikut :
1.    Bagaimana mekanisme kontraksi otot ?
2.    Bagaimana mekanisme terjadinya kram?
3.    Faktor-faktor yang menyebabkan kram?
4.    Apa pertolongan pertama yang diberikan?
5.    Bagaimana tindakan pencegahan agar tidak terjadi kram?
6.    Pengobatan lain selain analgesik spray dan fisioterapi?
7.    Bagaimana langkah-langkah fisioterapi?



E.     Pembahasan kerangka pertanyaan
1.    Mekanisme kontraksi otot
Setelah struktur otot dan komponen-komponen penyusunnya ditinjau, mekanisme atau interaksi antar komponen-komponen itu akan dapat menjelaskan proses kontraksi otot
a.    Filament – filament tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi
Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata-rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya. Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley dan R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen (=filament-sliding). Model ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh suatu proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar sesamanya.
b.    Aktin merangsang aktifitas ATPase miosin
Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent- Gyorgi kembali menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kom-pleks bernama Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar 0.05 per detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja ATPase miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP,  miosin menjadi sekitar 10 per detiknya. Karena aktin menyebabkan peningkatan atau peng-akti-vasian miosin inilah, muncullah sebutan aktin.. Selanjutnya, Edwin Taylor mengemukakan sebuah model hidrolisis ATP yang dimediasi / ditengahi oleh aktomiosin. Model ini dapat dilihat pada skema gambar 8. Pada tahap pertama, ATP terikat pada bagian myosin dari aktomiosin dan menghasilkan disosiasi aktin dan miosin. Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan myosin tadi terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin- ADP-Pi. Kompleks tersebut yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi tadi secara tahap demi tahapmelepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks yang tersisa hanyalah kompleks Aktin- Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot.
c.    Model untuk reaksi aktin dan myosin berdasarkan strukturnya
Rayment, Holden, dan Ronald Milligan telah memformulasikan suatu model yang dinamakan kompleks rigor terhadap kepala S1 miosin dan Faktin. Mereka mengamati kompleks tersebut melalui mikroskopi elektron. Daerah yang mirip bola pada S1 itu berikatan secara tangensial pada filament aktin pada sudut 45o terhadap sumbu filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar sumbu filamen. Relasi kepala S1 miosin itu nampaknya berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang melibatkan beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa residu asam Aspartik dan asam Glutamik dari aktin.
d.   Kepala-kepala myosin berjalan spanjang filament-filamen aktin
Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, cross-bridges itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini selanjutnya mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak . Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala myosin melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung  lengkap.

2.      Mekanisme terjadinya kram
Ganong (1998) menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi. Fenomena ini dikenal sebagai penjumlahan kontraksi. Tegangan yang terbentuk selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi selama kontraksi kedutan otot tunggal. Dengan rangsangan berulang yang cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum sampai pada masa relaksasi. Masing-masing respon tersebut bergabung menjadi satu kontraksi yang berkesinambungan yang dinamakan tetanik atau kontraksi otot yang berlebihan (kram otot). Menurut Corwin (2000) setiap pulsa kalsium berlangsung sekitar 1/20 detik dan menghsilkan apa yang disebut sebagai kedutan otot tunggal. Penjumlahan terjadi apabila kalsium dipertahankan dalam kompartemen intrasel oleh rangsangan saraf berulang pada otot. Penjumlahan berarti masing-masing kedutan menyebabkan penguatan kontraksi. Apabila stimulasi diperpanjang, maka kedutan-kedutan individual akan menyatu sampai kekuatan kontraksi maksimum. Pada titik ini, terjadi kram otot sampai dengan tetani yang ditandai oleh kontraksi mulus berkepanjangan.           
Menurut Ganong (1998) satu potensial aksi tunggal menyebabkan satu kontraksi singkat yang kemudian diikuti relaksasi. Kontraksi singkat seperti ini disebut kontraksi kedutan otot. Potensial aksi dan konstraksi diplot pada skala waktu yang sama. Kontraksi timbul kira-kira 2 mdet setelah dimulainya depolarisasi membran, sebelum masa repolarisasi potensial aksi selesai. Lamanya kontraksi kedutan beragam, sesuai dengan jenis otot yang dirangsang.

3.      Penyebab kram
kram adalah hal yang sering terjadi di antara orang yang sehat, khususnya selama atau setelah olahraga yang keras. Orang tua dan setengah baya biasanya mengalami kram setelah olahraga ringan atau selama istirahat. Beberapa orang mengalami kram kaki selama tidur. Kram yang menyakitkan ini biasanya mempengaruhi otot betis dan kaki, menyebabkan kaki dan jari kaki menekuk ke dalam.
kram kemungkinan disebabkan oleh tidak tercukupinya aliran darah menuju otot. Misalnya, mereka bisa terjadi setelah makan, ketika aliran darah terutama yang menuju saluran pencernaan dibandingkan yang menuju otot. Kadar elektrolit yang rendah pada darah, seperti potassium, bisa juga menyebabkan kram. Kadar potassium yang rendah bisa dihasilkan dari penggunaan beberapa diuretik atau dari dehidrasi.
tidak diketahui pasti bagaimana kram bisa timbul. Ada yang mengatakan karena penumpukan asam laktat, ada yang menyebut suplai darah yang kurang dibandingkan dengan kebutuhan sebagai biang, ada juga yang menyalahkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

4.      Pertolongan pertama pada kram        
Walaupun kram otot dapat hilang sendiri, tapi tindakan berikut perlu dilakukan untuk meringankan gejala :
a.       otot yang kram diregangkan.
b.      pemijitan pada otot yang kram.
c.       kompres air hangat.
d.      minum yang banyak untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.

5.      Pencegahan
Agar tidak terkena kram otot, atau setidak-tidaknya tidak terserang untuk kesekian kalinya, sebaiknya lakukan :
a.       pemanasan yang cukup sebelum berolah raga atau aktivitas tertentu yang melibatkan otot. Kemudian jangan lupa pendinginan / pelemasan sesudahnya.
b.      minum lebih banyak cairan, terutama yang mengandung elektrolit, saat berolahraga.
c.       olah raga dengan intensitas ringan lebih dahulu, kemudian berangsur-angsur lebih berat.
d.      jika mesti duduk lama (menggunakan otot panggul) atau menulis lama (menggunakan otot jari), selang beberapa lama sebaiknya diselingi pelemasan dan peregangan.        

6.      Pengobatan lain selain analgesik spray dan fisioterapi          
Kebanyakan obat-obatan diresepkan untuk menghilangkan kram (termasuk quinine sulfate, magnesium karbonat, dan benzodiazepines seperti diazepam) tidak terbukti efektif dan bisa menimbulkan efek samping. Suplemen kalsium adalah sesuai sekali, tetapi mereka juga tidak terbukti efektif. Mexiletine kadangkala membantu tetapi memiliki banyak sekali efek samping.        
7.      Langkah - langkah fisioterapi
a.       Penyangga beban.
Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
b.      Elektromekanis.
Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
c.       Pembalutan / wrapping eksternal.
Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).
d.      Posisi ditinggikan.
Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
e.       Latihan ROM.      
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mekanisme kontraksi  otot terjadi dari Impuls motoris datang dari saraf pusat sampai di neuromuscular junction dan dijalarkan sebagai potensial aksi sepanjang sarcolemma memasuki tubulus T dan sampai di sistem triad, kemudian potensial aksi memicu pelepasan ion kalsium (calcium release) dari sisterna terminalis ke sarcoplasma. Ion Calcium berikatan dengan troponin C, troponin berubah bentuk / formasinya, melepaskan aksi blokade tropomyosin sehingga area aktif aktin terbuka, setelah area aktif aktin terbuka maka kontraksi dimulai: cross bridges myosin secara bergantian melekat dan lepas di area aktif aktin, menarik filamen aktin ke tengah sarcomere. Tenaga penggerak (power) utk terjadinya siklus kontraksi otot tersebut, berasal dari pelepasan energi hayang sil hidrolisis ATP, setelah Calcium terpakai untuk mengubah formasi troponin dan melepaskan blokade tropomyosin, ion kalsium dipompa balik (kembali) ke sisterna terminalis dengan mekanisme transport aktif yg terjadi setelah potensial aksi berakhir. Tropomyosin kembali memblokade area aktif aktin, kontraksi berakhir dan serabut otot relaksasi.
Kontraksi otot yang berlebihan mengakibatkan kram otot, rangsang berulang yang diberikan sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi. kram kemungkinan disebabkan oleh tidak tercukupinya aliran darah menuju otot, kadar elektrolit yang rendah pada darah, seperti potassium, bisa juga menyebabkan kram, kondisi ini dapat dilakukan pencegahan dan pengobatan diantranya pemanasan sebelum melakukan aktifitas, minum lebih banyak cairan mupun olah raga, sedangkan pengobtan pada kram adalah pemberian analgesik spray dan fisioterapi.  
DAFTAR PUSTAKA
Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit : AKPER Depkes, Banjarbaru.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
Nurachman, Elly. 1989. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. Penerbit : EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar